Teori Pemaafan (2)

Teori Pemaafan (2) - Hallo sahabat Kajian Islam Masa Kini, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Teori Pemaafan (2), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Psikologi Sosial, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Teori Pemaafan (2)
link : Teori Pemaafan (2)

Baca juga


Teori Pemaafan (2)


TEORI PEMAAFAN
(Faktor-Faktor dan Tahapan Pemaafan)


Faktor Yang Mempengaruhi Pemaafan
Menurut McCullough (2000) secara teoritis, pemaafan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terbagi dalam empat kategori. Keempat ketegori tersebut berada dalm satu kontinum, yaitu dari faktor yang paling mempengaruhi pemaafan sampai dengan faktor yang pengaruhnya tidak begitu besar. Keempat kategori faktor tersebut, yaitu:
a.       Faktor sosial-kognitif
Pemaafan dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan individu terhadap peristiwa menyakitkan yang dialami dan terhadap pelakunya.
b.      Karakteristik peristiwa yang menyakitkan
Persepsi terhadap tingkat keparahan dari peristiwa yang menyakitkan dan konsekuensinya akan mempengaruhi pemaafan individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukanoleh Girard & Mullet, Ohbucci, Kamaeda & Agaire (dalam McCullough, 2000) menggambarkan bahwa semakin parah persitiwa menyakitkan yang dialami, maka semakin sulit individu untuk memaafkan.
c.       Kualitas hubungan interpersonal
Dalam situasi menyakitkan, kualitas hubungan interpersonal adalah salah satu faktor penting dalam menentukan pemaafan. Hal ini dikarenakan pemaafan dapat dipahami sebagai perubahan motivasi ke arah hubungan yang lebih konstruktif setelah peristiwa menyakitkan terjadi, sehingga hubungan antar individu dengan pelaku merupakan faktor penting.

 d.      Karakteristik kepribadian
Dari kontinum fakto yang mempengaruhi pemaafan, McCullough (2000) menghipotesa bahwa karakteristik kepribadian merupakan faktor penentu pemaafan yang paling jauh dalam rentang kontinum tersebut.
Sedangkan Faturochman dan Wardhati (2006) menjelaskan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberian maaf yang mereka kutip dari pendapat beberapa ahli, yaitu:
a.       Empati
   Melaui empati terhadap pelaku, seseorang dapat memahami perasaan pelaku merasa bersalah dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Empati juga menjelaskan variabel sosial psikologis yang mempengaruhi pemberian maaf yaitu permintaan maaf (apologies) dari pelaku.
b.      Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya
    Penilaian akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnyadan penilain dapat mengubah perilaku individu (termasuk pemaafan) di masa mendatang.
c.       Tingkat kelukaan
    Beberapa orang menyangkal sakit hati yang mereka rasakan untuk mengakuinya sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Mereka merasa takut mengakui sakit hatinya karena dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya, meskipun melukai. Sehingga mereka pun menggunakan berbagai cara untuk menyangkal rasa sakit hati mereka. Ketika hal ini terjadi, maka pemaafan tidak bisa atau sulit terwujudkan (Smedes dalam Faturochman, 2006).
d.      Karakteristik kepribadian
    Ciri kepribadian tertentu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan (McCullough dalam Faturochman, 2006).
e.       Kualitas hubungan
      Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku pemaafan dalam hubungan interpersonal. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menilai hubungan antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasanganya menyatu. Keempat, kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka (McCullough dalam Faturochman, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pemaafan antara lain: faktor sosial-kognitif, karakteristik peristiwa yang menyakitkan, kualitas hubungan interpersonal, karakteristik kepribadian, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya dan empati.

Tahapan Pemaafan
Enright (2001) mengungkapkan tahap-tahap proses pemaafan, antara lain:
a.       Menyadari kemarahan
Menyadari bahwa saat individu marah bisa saja sangat menyakitkan, namun pemaafan bukan berarti berpura-pura bahwa sesuatu tidak terjadi atau bersembunyi dari perasaan sakit. Individu menderita karena merasa disakiti dan individu harus jujur kepada dirinya sendiri dan mengakui bahwa individu sedang menderita atau merasa sakit.
b.      Memutuskan untuk memaafkan
Pemaafan membutuhkan pengambilan keputusan dan komitmen. Karena pengambilan keputusan ini merupakan bagian yang penting dalam proses ini, maka Enright mebaginya menjadi tiga bagian, yaitu: melupakan atau meninggalkan masa lalu, berusaha untuk melihat masa depan, dan memilih untuk pemaafan.
c.       Berusaha untuk pemaafan
Memutuskan untuk pemaafan tidaklah cukup. Individu harus mengambil langkah yang konkrit untuk mebuat keputusan itu menjadi nyata.
d.      Menemukan dan melepaskan diri dari penjara emosi
Saat individu menolak untuk pemaafan maka kepahitan, kebencian, dankemarahan seperti empat tembok sel penjara dan pemaafan merupakan kunci yang dapat membuka pintunya dan mengeluarkan individu dari sel tersebut.
Proses memaafkan adalah proses yang berjalan perlahan dan memerlukan waktu (Smedes, 1991). Karena itu Smedes (1991) membagi empat tahap pemberian maaf, yaitu:
a.       Membalut sakit hati
Sakit hati kepada seseorang yang menyakiti akan berpengaruh pada kebahagiaan dan ketentraman, maka dari itu harus segera dibalut dan diobati demi kebahagian individu yang tersakiti.
b.      Meredakan kebencian
Kebencian sesungguhnya melukai si pembenci sendiri melebihi orang yang dibenci. Kebencian tidak bisa mengubah apapun menjadi lebih baik bahkan kebencian akan membuat banyak hal menjadi lebih buruk. Dengan berusaha memahami alasan orang lain menyakiti dan instropeksi sehingga ia dapat menerima perlakuan yang menyakitkan maka akan berkurang atau hilanglah kebencian itu.
c.       Upaya penyembuhan diri
Pemberi maaf sejati tidak berpura-pura bahwa mereka tidak menderita dan tidak berpura-pura bahwa orang yang bersalah tidak begitu penting, karena memaafkan adalah melepaskan orang yang menyakiti serta berdamai dengan diri sendiri dan orang lain.
d.      Berjalan bersama
Bagi dua orang yang bejalan bersama setelah bermusuhan memrlukan ketulusan. Oleh sebab itu, perlu adanya janji tidak menyakiti lagi dari pelaku dan adanya kepercayaan dari korban sendiri.

  
Referensi:
Jika membutuhkan informasi mengenai sumber referensi pada artikel diatas, silahkan E-mail ke: Niki.albangkalisi@gmail.com 
Kontributor artikel: Dewi Angraini



Demikianlah Artikel Teori Pemaafan (2)

Sekianlah artikel Teori Pemaafan (2) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Teori Pemaafan (2) dengan alamat link https://mengenalremajaislam.blogspot.com/2013/05/teori-pemaafan-2.html

0 Response to "Teori Pemaafan (2)"

Posting Komentar